SLEMAN – Penerapan Program Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak (Impact-Based Forecasting/IBF) disampaikan oleh Tim BMKG Yogyakarta di rapat yang digelar oleh BPBD Sleman pada Senin (02/09/2024) di Gedung Pusdalops Pakem, Sleman. Pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Pelaksana BPBD Sleman, Makwan, S.TP, MT, dan dihadiri oleh Tim Reaksi Cepat BPBD Sleman. Dalam diskusi tersebut, Makwan juga mengusulkan pengembangan sistem pemantauan volume air hujan untuk mendukung mitigasi bencana hidrometeorologi di wilayah Sleman.
Dalam rapat yang digelar BPBD Sleman, tim BMKG menyampaikan tentang Program Prakiraan Cuaca berbasis dampak. Dimana prakiraan berbasis dampak atau Impact-Based Forecast (IBF) merupakan informasi prakiraan yang sudah memperhitungkan potensi dampak yang akan terjadi akibat dari cuaca. Tim BMKG juga menjelaskan bagaimana risiko dalam sistem IBF merupakan irisan antara bahaya (hazard), keterpaparan (exposure), dan kerentanan (vulnerability). Sistem IBF menggunakan matriks risiko untuk menentukan tingkat peringatan (warning level) yang terdiri dari empat tingkatan: sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi, dengan warna hijau, kuning, oranye, dan merah.
Dalam rapat tersebut Tim BMKG Yogyakarta juga meminta data Kepada BPBD Sleman dan Tim TRC terkait bencana apa saja yang sudah terjadi di setiap titik di Kabupaten Sleman yang diakibatkan oleh perubahan Iklim. Data yang diminta dapat berguna bagi Tim BMKG untuk menerapkan sistem prakiraan cuaca berbasis dampak khususnya di wilayah Kabupaten Sleman. Dengan adanya data tersebut Tim BMKG Yogyakarta dapat memperkirakan potensi-potensi bencana atau bahaya yang diakibatkan oleh perubahan iklim di setiap wilayah di Kabupaten Sleman.
Pada kesempatan tersebut juga, Kepala BPBD Sleman, Makwan, S.TP, MT, menyarankan agar Tim BMKG Yogyakarta mengembangkan sebuah sistem yang dapat memantau jumlah volume air hujan yang turun di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Sistem ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan real-time mengenai intensitas hujan, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait mitigasi bencana, khususnya dalam menghadapi potensi banjir dan tanah longsor. Sistem ini juga diharapkan dapat diintegrasikan dengan IBF untuk memperkuat prakiraan berbasis dampak dan memberikan peringatan dini yang lebih efektif kepada masyarakat dan pemerintah daerah.
(Magang)