Fasilitasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman dalam focus group discussion (FGD) Kajian Kelembagaan Manajemen Bencana Puslatbang KMP LAN tahun anggaran 2019 bertempat di Gedung Unit I Pemkab Sleman pada Rabu 19 Juni 2019.
Secara geografis, Indonesia dikenal sebagai daerah tektonik aktif karena terdiri dari tiga lempeng tektonik aktif yang utama. Selain itu, Indonesia juga terletak di daerah sabuk api atau yang dikenal dengan “ring of fire” dimana lebih dari 500 gunung api berderet dari barat ke timur. Beberapa diantaranya merupakan gunung vulkanik sehingga menyebabkan Indonesia memiliki potensi tinggi untuk terjadinya gempa dibandingkan dengan negara-negara rawan bencana lainnya di dunia.
Di samping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, kompleksitas kondisi masyarakat Indonesia dari segi demografis, seperti kepadatan penduduk dan segi ekonomi seperti kemiskinan yang masih tinggi telah menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa bencana alam. Saat ini Indonesia menempati rangking pertama dari 265 negara di dunia terhadap risiko tsunami dan rangking pertama dari 162 untuk tanah longsor, serta rangking ke-3 dari 153 negara terhadap risiko gempa bumi, dan ranking ke-6 dari 162 untuk risiko bencana banjir (Husein, 2014). Hasil tersebut juga ditunjang oleh paparan ADB (dalam Bevaola, 2014) yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang terbanyak mengalami korban yang tewas dalam bencana alam dibandingkan dengan bencana alam besar lainnya.
Pada prinsipnya, pemerintah telah membuat aturan terkait bencana. Hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bencana. Pasal 1 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Undang-undang inilah yang merupakan payung hukum bagi pelaksanaan manajemen bencana di Indonesia.
Dalam upaya mengantisipasi timbulnya korban, kerusakan, dan kerugian yang lebih banyak, pasal 35 dan 36 dari Undang-Undang Manajemen Bencana mengamatkan agar setiap daerah mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Amanat tersebut secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Perencanaan penanggulangan bencana, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 di atas, secara operasional dilakukan melalui pembentukan sebuah badan penanggulangan bencana nasional dan daerah (BNPB dan BPBD). Badan penanggulangan bencana memungkinkan masyarakat lokal dan pemerintah daerah untuk berpartisipasi serta memainkan peranan yang penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan penanggulangan bencana.
Dalam kenyataannya, Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 belum membuahkan capaian memadai dalam penanggulangan bencana. Pemerintah tampaknya belum maksimal menyeriusi upaya penanggulangan bencana lewat BNPB, BPBD, serta sinergi multipihak. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Sadar akan peranan kelembagaan yang memiliki nilai strategis untuk menciptakan mekanisme manajemen bencana yang terstruktur dan terpadu, dimana penanganan bencana bukan hanya menjadi tanggung jawab dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) saja tetapi seluruh pihak yang saling bersinergi dalam hal manajemen bencana, sehingga penting bagi Lembaga Administrasi Negara melalui Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Manajemen Pemerintahan (Puslatbang KMP) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai tahapan dalam Kajian Kelembagaan Manajemen Bencana Puslatbang KMP Tahun Anggaran 2019 bersama segenap stakeholder terkait dalam merumuskan dan mensinergikan penanganan dan penanggulangan bencana di Indonesia dalam bentuk manajemen kelembagaan yang terstruktur dan terpadu.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan maksud sebagai forum yang mempertemukan pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan dan penanggulangan kebencanaan di Indonesia guna membahas dan mendiskusikan serta mensinergikan peran masing-masing pihak dalam manajemen kebencanaan di Indonesia, dan sebagai upaya pengumpulan dan penguatan data kajian kelembagaan manajemen bencana tahun anggaran 2019 sehingga dapat menghasilkan rekomendasi hasil kajian yang bermanfaat.
Data yang ditemukan dan dikumpulkan dalam FGD ini dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan kajian, antara lain:
- Menghasilkan rekomendasi peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam penaggulangan bencana.
- Menghasilkan rekomendasi peran Pemerintah, Masyarakat dan Swasta dan rekomendasi model sinergi (pola hubungan).
- Menghasilkan kerangka kebijakan yang mendukung sinergitas Pemerintah, Masyarakat dan Swasta.